Review Film 2_THE LUNCH DATE
Oleh: Ikasari
Film pendek yang beredar biasanya menampilkan sinematek yang sempurna pada gambar, tata cahaya, dan sudut kamera. Namun, film pendek berdurasi sepuluh menit yang dibesut oleh Adam Davidson (1989) sejak awal kental dengan suasana gelap. Sutradara sengaja menampilkan film pendek hitam putih, bernuansa kuno sekuno tokoh utama dengan busana dan sikapnya.
Film ini dari awal muncul dengan blok hitam dan judul film bertuliskan warna putih. Gambar hitam putih melukiskan suasana di stasiun bawah tanah. Pantulan cahaya dari sela-sela atap kaca stasiun terpancar sangat indah, terlihat garis cahaya dan debu-debu halus bak asap. Kesuraman, gambar tak jelas, dan cahaya buruk. Tampaknya sutradara sengaja menyajikan film untuk menggambarkan suasana stasiun bawah tanah dan kemuraman cerita perempuan setengah baya, yang diperankan oleh Scotty Bloch.
Aspek narasi cukup kuat, meskipun minim dialog. Namun, karakter tokoh memukau dan sudut kamera mampu menampilkan ekspresi setiap adegan. Scenario dengan alur linier akhirnya mampu memecah kesunyian tokoh dan penonton dengan gelak tawa, menertawakan diri sendiri. Kekuatan The Lunch Date pada aspek karakter dan plot twist di akhirnya.
Dari judul The Lunch Date kita membayangkan pertemuan sepasang manusia yang menikmati makan siang. Setting film ini menggambarkan kesibukan stasiun bawah tanah dengan hilir mudik penumpang dan homeless (peminta minta dan pengamen). Sepanjang cerita kamera mengarah pada seorang perempuan setengah baya yang terburu-buru dan mengalami kesialan karena barang-barangnya jatuh berhamburan di lantai, ketinggalan kereta, sesuatu barang hilang, makanan diserobot orang hingga menertawakan dirinya sendiri.
Wajah perempuan murung dan mata memancarkan penuh curiga, terlihat dari dialog singkat yang menunjukkan ketakutan dan ketidakpercayaan. Tingkah lakunya tampak kebimbangan, kebingungan, hingga lupa mengambil garpu dan mengelapnya dengan tissue bekas mengelap meja.
Sesaat meninggalkan meja untuk mengambil garpu, perempuan itu terkejut dan marah mendapati sepiring salad miliknya sedang disantap seorang lelaki kumal. Ketika dia berusaha merebut piringnya, lelaki kumal itu membentak dan langsung menikmati saladnya.
Perempuan itu memandangi lelaki kumal dan piring salad dengan wajah dongkol, lalu dengan garpu mengambil sepotong sayur dan melahapnya. Lelaki kumal itu diam saja, maka dia melanjutkan mengambil sepotong lagi. Akhirnya mereka berbagai sepiring salad layaknya pasangan. Suasana terasa mencair, senyum tipis mengembang di wajah lelaki kumal itu, bahkan dia berbaik hati, memberikan secangkir minuman dan gula. Suara perempuan itu terdengar melunak saat mengucapkan “thank you” sambil menyesap minumannya. Kemudian dia pergi tergesa-gesa tanpa memandang dan berkata sepatah pun. Lelaki kumal yang mulai bahagia terlihat kecewa.
Sungguh ada yang mengganjal dari tayangan film itu. Selain perempuan dengan karakter murung dan penuh curiga pada orang lain, selalu muncul lelaki kulit hitam sebagai seseorang yang membuatnya sial, bahkan sosok pengamen dengan harmonikanya sambil lalu mengucapkan “happy new year.” Kecuali tokoh penjaga cafetaria yang berkulit putih.
Kamera menampilkan perempuan setengah berlari menuju peron, tetapi kakinya berbalik arah kembali ke cafetaria. Tubuhnya menunjukkan kebingungan mondar mandir di depan meja yang tersisa piring dan dua cangkir kosong. Tiba-tiba dia berhenti, tampak tak percaya. Sekonyong perempuan itu tertawa. Bersamaan penonton pasti tertawa bersamanya 😀
Perempuan itu kembali tertawa lepas bergerak dengan lincah dan ringan mengambil tas belanjanya dan berlari mengejar kereta yang membawanya pergi.
Prasangka buruk seperti tertanam dalam kepala perempuan setengah baya itu. Prasangka pula yang muncul dalam pikiran kita ketika menyaksikan film itu. Film minim suara dialog, membawa penonton untuk menduga-duga. Menariknya, prasangka buruk memenuhi pandangan dan pikiran tokoh utama dan mempengaruhi pikiran penonton.
Namun, film pendek itu berhasil menghapus prasangka, realitasnya semua baik-baik saja bahkan sikap ramah dan bersahabat sesungguhnya tersirat pada sikap dan tingkah laku para lelaki kulit hitam di sepanjang cerita.
Plot twist hadir, menertawakan pikiran, sikap dan perilaku kita yang penuh prasangka. Prasangka sebagai suatu sikap memalukan bahkan mendorong perilaku bodoh. Dapat menertawakan kebodohan yang memalukan sebagai suatu bentuk pelepasan, kesadaran akan kesalahan, kecerobohan.
Film pendek terbaik pada tahun 1991, Adam Davidson mendapatkan Academy Award. Pada tahun yang sama film ini juga terpilih sebagai Dramatic Achievement pada Student Academy Award.
Layak ditonton.
5 Agustus 2023